Iran dan Perjuangan Palestina

Hasanudin Abdurakhman Setelah Revolusi Islam tahun 1979, Republik Islam Iran menjadikan dukungan terhadap perjuangan Palestina sebagai bagian fundamental dari orientasi ideologis dan politik luar neg…
Iran dan Perjuangan Palestina

Apakah Tambang itu Merusak Lingkungan?

Apakah Tambang itu Merusak Lingkungan?
Hasanudin Abdurakhman

Jawaban sederhana saya, ya. Bukan hanya tambang. Seluruh aktivitas manusia modern itu merusak lingkungan. Rumah Anda itu, yang Anda tempati itu, merusak lingkungan. Dengan adanya rumah Anda dan rumah saya, sekian puluh atau ratus meter persegi tanah tidak mendapat akses langsung air hujan. Akibatnya resapan permukaan tanah berkurang.

Lahan yang kini jadi rumah kita tadinya adalah tempat tinggal puluhan hewan dan serangga, juga berbagai tumbuhan. Kini kita monopoli. Kalau ada hewan yang nekat tinggal di situ, kita bunuh.

Sejak homo sapiens berusaha hidup dan berkembang biak mereka sudah merusak alam secara massive. Ada begitu banyak spesies hewan dan tumbuhan yang punah selama ratusan ribu tahun sejak homo sapiens mulai ada. Dan itu terus berlangsung. Beberapa tahun yang lalu saya bertemu dengan ahli biologi dari Belanda. Ia menceritakan bahwa ada begitu banyak spesies hewan yang punah di negara kita ini tanpa sebelum kita pernah mengenalnya. Itu gambaran ringkas soal derasnya kerusakan lingkungan.

Jadi, apakah tambang itu merusak lingkungan? Banget. Tidak hanya tambang, perkebunan, industri manufaktur, pertanian, semua merusak. 

Lalu, apakah dengan begitu kita tidak boleh melakukannya? Pilihan ekstrimnya, berhenti hidup sebagai manusia modern atau merusak lingkungan. Kalau kita tidak mau merusak lingkungan kita harus berhenti jadi manusia modern. Manusia modern itu pasti merusak lingkungan.

Pilihan moderatnya, merelakan sebagian lingkungan rusak, agar kita bisa hidup dan menikmati hidup. Lalu dibuatlah aturan-aturan agar situasi itu bisa kita jaga.

Apakah aturan itu dipenuhi? Tidak. Yang mendapat duit dari tambang (dan berbagai industri lain) sebisa mungkin, semaksimal mungkin menghindari berbagai aktivitas untuk mematuhi aturan itu, karena biayanya besar. Itu akan mengurangi uang yang masuk ke kantong mereka. Yang tidak ikut menikmatinya, teriak-teriak protes.

Seberapa rusak? Saya bukan ahli maupun praktisi pertambangan. Tapi sekitar 2 tahun di tahun 2015-2016 saya berkeliling ke berbagai tambang batu bara. Kerusakan alam akibat tambang itu sangat nyata.
Apa yang dilakukan oleh para penambang? Mereka menggali tanah untuk mengambil bahan tambang. Apapun yang ada di atasnya, diruntuhkan. Bahkan ada kebun sawit yang dihancurkan, demi batu bara. Apalagi kalau cuma ladang biasa atau hutan. Pasti dihancurkan.

Setelah dikeruk, ya sudah. Dibiarkan terbuka, sebagian jadi genangan. Luasnya puluhan ribu hektar, bahkan ada yang sampai ratusan ribu hektar. 

Menurut peraturan, lahan yang selesai ditambang itu seharusnya direklamasi. Diuruk lagi, kemudian ditanami pohon. Ini usaha untuk menjaga lingkungan tadi. Selama proses penambangan lahan tadi rusak, apa boleh buat. Tapi sesudah itu, harapannya bisa kembali hijau dan jadi habitat hewan, tumbuhan, serangga, dan lain-lain.

Faktanya, hanya sedikit yang mau melakukan itu. Selebihnya adalah yang menambang, kemudian ngacir.

Saya tidak ingin kaku, sok-sok peduli lingkungan, menolak segala bentuk eksploitasi alam. Wong buat ngetik artikel ini saya pakai listrik yang dibangkitkan pakai energi batu bara. Tapi harapan saya sesederhana tadi. Yang bisa dijaga agar dijaga jangan sampai rusak parah. Yang sudah rusak agar dikembalikan seperti semua setelah para penambang itu dapat duit.

Ndak tahu, apakah dengan sikap seperti ini saya masuk kategori "wahabi lingkungan"?

Post a Comment