Ada teman yang komentar soal perang Iran-Israel. Kata dia,"Aku dukung Iran, bukan karena aku Syiah. Israel itu pembuat onar, nyerang sana sini. Bla bla bla."
Siapa yang diserang Israel saat ini? Pertama, tentu saja Hamas. Sejak meninggalkan Gaza di tahun 2000-an Israel sebenarnya lebih banyak defensif terhadap Hamas. Selama sekitar 20 tahun, Israel lebih sering bertindak bereaksi, bukan beraksi. Setiap kali Hamas menyerang, Israel membalas. Begitu saja berkali-kali. Hanya saja, balasannya biasanya gila. Jauh lebih keji daripada yang dilakukan Hamas.
Serangan sinting Israel baru dilakukan setelah serangan 7 Oktober 2023. Ribuan warga Israel tewas, 600 lebih penduduk sipil. Sebagian ditawan Hamas. Pada titik ini Israel tidak lagi bisa mendiamkan Hamas.
Masalah Hamas adalah masalah yang sangat rumit bagi Israel. Dalam sejarah, banyak kekuatan militer besar yang sulit menghabisi gerilyawan. Amerika sudah terbukti gagal di Vietnam dan Afghanistan. Israel sadar soal itu. Maka dirancanglah operasi gila yang menghancurkan Gaza. Ibaratnya, Israel ingin Gaza hancur sehancur-hancurnya sampai tak ada lagi sisa ruang tempat Hamas bersembunyi.
Bisakah tindakan Israel itu dibenarkan? Saya antiperang. Maka segala bentuk kekerasan tidak akan saya anggap benar. Namun secara militer saya paham alasan tindakan gila Israel itu.
Apakah Israel akan sukses menghapus Hamas? Itu sangat sulit diramalkan. Sejarahnya masih akan panjang. Selama masih ada anak manusia yang lahir dan tumbuh di tengah konflik, kebencian kepada Israel tidak akan mungkin padam. Orang-orang Gaza adalah orang-orang yang lahir dan tumbuh dalam kepedihan perang, sepanjang hidup mereka. Sejak kecil mereka sudah terbiasa melihat kematian. Ayah, ibu, kakak, adik, paman, dan sebagainya. Tak ada yang tak terluka oleh kekejian Israel.
Jadi, satu-satunya cara menghapus Hamas adalah dengan memusnahkan seluruh penduduk Gaza.
Siapa lagi? Houthi. Ini adalah kekuatan proxy Iran di Yaman. Selain itu, Hizbullah, proxy Iran di Lebanon. Ditambah, Syiria, sekutu terkuat Iran di Timur Tengah, khususnya pada masa pemerintahan Assad.
Bagaimana dengan tetangga Jordania dan Mesir? Sejak perjanjian damai dengan keduanya, boleh dibilang tak ada konflik yang berarti. Artinya, tak tepat kalau disebut Israel menyerang sana-sini. Israel hanya menyerang pihak-pihak yang memusuhinya.
Tapi jangan lupa pokok pangkal perkaranya. Dalam konteks zaman modern, duduk perkaranya adalah pendudukan Israel atas Tepi Barat, dan blokade terhadap Gaza. Israel melanggar hukum internasional dalam soal itu.
Israel menolak hukum internasional formal. Ia memilih untuk memakai hukum perang: pemenang adalah penentu.
Situasinya jadi sangat rumit. Apakah Israel salah? Secara hukum internasional, ya. Tapi apakah Israel mutlak salah? Ya itu tadi, dia menguasai Tepi Barat sebagai hasil kemenangan atas perang. Ia merasa berhak.
Mari beralih ke Iran. Apakah Iran itu negara bersih? Coba kita baca sejarah Timur Tengah sejak tahun 80-an. Dengan siapa saja Iran itu akur? Iran berperang lama dengan tetangganya Irak. Dengan Taliban penguasa Afghanistan tidak akur. Dengan Turki, saling intip, khususnya dalam soal rebutan pengaruh di Syiria. Dengan negara-negara teluk, banyak ributnya. Di Lebanon, melalui Hizbullah Iran terlibat dalam konflik, tidak hanya dengan Israel, tapi juga dalam konflik internal di Lebanon.
Apa pasalnya? Yang utama adalah soal kekuatan Syiah. Iran ingin ikut campur di mana pun selama ada Syiah di sana. Yang kedua, ini yang lebih besar, yaitu soal ideologi "Revolusi Islam". Iran terkenal sebagai negara yang ingin menyebarkan pengaruhnya ke negara-negara Islam, membawa gagasan revolusi. Bahkan hingga di Indonesia kekuatan Iran pernah dikhawatirkan, yaitu di zaman Orde Baru.
Konflik Iran-Israel memang baru terjadi secara terbuka sekarang. Tapi keduanya sudah berperang sejak tahun 80-an di Lebanon. Iran berperang melalui kelompok Syiah Amal, kemudian Hizbullah.
Tapi di Lebanon peran Iran tidak terbatas dalam soal mendukung Hizbullah melawan Israel. Iran terlibat dalam konflik internal dan perang saudara di Lebanon. Bahkan sesama proxy Iran, yaitu Amal dan Hizbullah saling bertikai.
Demikian pula, Iran memainkan peran dalam perang di Yaman, dengan mendukung kelompok Houthi. Nyawa-nyawa berguguran dalam konflik itu, Iran adalah salah satu aktornya. Aktor lain di sisi yang lain adalah Arab Saudi. Saudi berperan lebih jauh, dengan terlibat langsung menyerang Houthi di Yaman.
Jadi, bagi saya keduanya setali tiga uang. Siapa yang lebih buruk tinggal tergantung selera. Para pendukung Iran tentu mengatakan 100% salah Israel. Demikian pula sebaliknya.
Saya bukan pendukung keduanya. Saya melihat keduanya sebagai pemain politik yang tak ragu untuk memakai kekuatan militer, tak peduli akibatnya adalah nyawa-nyawa yang berguguran, dan penderitaan berkepanjangan.
Tapi begitulah. Dengan posisi ini pun saya sering dianggap pembela Israel, dan diberi julukan "Zionis pesek/Zionis sawo matang" oleh "Persia pesek/Persia sawo matang".
Post a Comment