Sabun Lunyu (Licin)
Made Supriatma
Judul dari Liputan6 ini sudah diubah. Aslinya ya yang ini. Alerginya Jokowi itu karena sabun di Vatikan. Mungkin karena takut membuat insiden diplomatik, media ini mengubah judul beritanya.
Tapi memang mantan Presiden kita ini sedang malang. Di tanah Jawa saya dengar bahwa ketika ke Vatikan, semua kekuatan yang diberikan oleh dukun-dukun Pak mantan ini luruh. Nggak ada kasiatnya lagi, Makanya ketika pulang, ia gampang diserang oleh dukun-dukun para lawan poltiknya. Akibatnya, ya sakit kulit itu.
Saya tidak percaya akan hal-hal seperti itu. Namun percakapan tentang dunia mistis nan gaib itu selalu lekat dengan kekuasaan di negeri ini. Kalau mau berkuasa, orang harus dibentengi oleh sekian dukun atau orang pintar. Terserah Anda percaya atau tidak. Saya tidak mau ikut campur terhadap kepercayaan atau keyakinan Anda itu.
Tapi Jokowi adalah Jokowi. Kalau saja politisi-politisi lain yang mengalami seperti dia, pasti mereka akan sembunyi. Mungkin pergi ke Singapore untuk berobat sekaligus sembunyi agar citranya tidak hancur.
Tidak Jokowi. Dia tetap keluar. Senyum dan klemar-klemer gemulai. Dia tahu persis bahwa orang akan kasihan. Persis seperti ketika dia diledek oleh lawan-lawannya sebagai 'plonga-plongo.' Dia menjawab, "Saya orang Jawa. Aku rapopo."
Ledekan plonga-plongo itui kembali kepada para pengumpatnya. Dan Jokowi muncul sebagai orang tahan banting. Dia tahu persis bahwa sebagian besar pemilihnya adalah golongan 'plonga-plongo' ini. Tidak ada seorang politisi Indonesia pun yang punya kualitas ini: memakai kebloonan, tampang desa (bedakan dengan rejekinya yang kota!), namun tegas ketika harus mengambil keputusan.
Orang-orang desa, mereka yang sederhana, kaum downtrodden, marjinal, sub-altern, proletar, atau yang sejenisnya, sangat bisa 'relate' (tersambung) dengannya. Mereka sebenarnya suka dengannya. Hanya saja, kesukaan itu berubah ketika dia mau berkuasa terus. Ketika ia memanipulasi konstitusi untuk menaikkan anaknya (eh, sudah lihat video Gibran jadi striker yang mencetak gol? 😛)
Sakit kulitnya sekarang ini, bisa jadi akan menjadi 'come back' politiknya Jokowi. Saat ini dia "dikuyo-kuyo' di hampir setiap kesempatan. Orang-orang yang mempersoalkan ijazahnya itu sudah sampai pada tahap tega. Dan, sekarang Jokowi tampil dengan kulit belang. Akibat sakit. Orang akan bertanya, dimana moral para penghujat ini, yang tega memperlakukan orang sakit -- yang pernah menjadi pemimpin bangsa ini?
Dalam hal ini, saya tidak memihak Jokowi. Saya hanya ingin memberikan point bahwa jangan remehkan kemampuan Jokowi. Ada banyak buruk yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Mengapa tidak fokus kesana?
Minggu ini, saya menulis di Fulcrum terbitan ISEAS tentang 'de-Jokowi-sasi' yang menurut hemat saya sedang terjadi. Ini sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Menurut saya, kubu Prabowo sangat pandai memainkan peranannya, yakni dengan membiarkan Jokowi terbelit dengan masalahnya sendiri.
Sementara, semua kebijakan Jokowi sudah diambrukkan atau ambruk dengan sendirinya. Saat ini sedang terjadi 'realignment' kekuasaan -- termasuk di kalangan oligarki. Menteri-menteri yang dulu dipilih oleh Jokowi, sekalipun masih sering sowan kepadanya, sekarang berlomba-lomba mendekat ke Prabowo.
Wajar karena kursi kepresidenan membuat Prabowo bisa melakukan apa saja. Hampir semua 'signature policies' dari Jokowi tenggelam. IKN? Siapa yang masih ingat istana kelelawar itu? Infrastruktur? Bukankah itu pemborosan? Hilirisasi? Kok smelter-smelter nikle yang besar-besar seperti PT GNI, terancam bangkrut?
Akankah Jokowi habis begitu saja? Menurut saya, 'don't count him out yet.' Jangan kira bahwa dia sudah tamat. Jokowi adalah politisi yang sudah berminyak. Dia menang pemilihan berkali-kali: dua kali jadi walikota; sekali jadi gubernur Jakarta; dua kali pemilihan presiden. Bahkan presiden yang sekarang pun tidak akan menang tanpa ada dengkul Jokowi didalamnya.
Post a Comment