Pada Trump Kita Takluk

Made Supriatma Trump menerapkan 19% tarif untuk barang-barang Indonesia yang akan dijual di AS. Angka ini memang tidak sebesar sebelumnya yang 32%.  Sebaliknya, Trump berhasil memaksakan barang-baran…
Pada Trump Kita Takluk

Pada Trump Kita Takluk

Pada Trump Kita Takluk

Made Supriatma

Trump menerapkan 19% tarif untuk barang-barang Indonesia yang akan dijual di AS. Angka ini memang tidak sebesar sebelumnya yang 32%. 

Sebaliknya, Trump berhasil memaksakan barang-barang AS tidak akan dikenakan tarif ketika masuk ke Indonesia. O persen. Zero. Nada! 

Jakarta berusaha memproyeksikan kemenangan. Presiden Prabowo bicara dengan Trump. Saya lihat di IG sang presiden, dia kelihatan puas. Seolah ini sebuah prestasi. 

Benarkah demikian? Indonesia termasuk yang paling awal mencapai "kesepakatan" dengan AS dalam hal tarif. Sebelumnya memang ada Vietnam yang berhasil menurunkan tarif menjadi 20%. AS akan menerapkan 40% tarif untuk transhipment atau barang-barang dari China yang diekspor lewat Vietnam. 

Disinilah soalnya untuk Vietnam. Banyak perusahan China direlokasi ke Vietnam sejak Trump berkuasa pertama kali. Selain itu, karena Vietnam adalah negara yang baru mulai industrialisasi, maka karakternya adalah impor substitusi. Artinya, negeri ini mengimpor dari China bahan baku, menjahitkannya di Vietnam, dan mengekspornya ke Amerika. 

Jika bahan baku, mesin-mesin, dan modal dari China tapi pabriknya ada di Vietnam, maka bagaimana menentukan bahwa itu buatan Vietnam atau China? Ini masih jadi perdebatan. 

Tarif ini adalah perang dagang antara AS dengan seluruh dunia. Memang benar bahwa AS adalah ekonomi terbesar. Selain itu juga konsumen terbesar karena dia paling makmur. Maka negara-negara lain menjual ke Amerika -- karena hanya mereka yang mampu menelan semua barang-barang itu. 

Oleh karena itu, saya kira harus ada negara-negara dunia harus mulai melirik satu sama lain untuk saling bekerja sama dan meninggalkan ekonomi Amerika. Saya kira, Amerika tidak bisa sendirian dengan keangkuhannya seperti sekarang ini. 

Itu sudah mulai dilakukan. Produk-produk pertanian Amerika sudah ditolak dimana-mana. Ada-ada saja alasan untuk menolaknya. Mesir dengan tiba2 menginspeksi kedele Amerika dan mendapati bahan2 kimia yang berada di atas ambang batas yang diijinkan negara itu. Kedele itu ditolak masuk ke Mesir. 

Hal-hal kecil semacam itu sedang dilakukan oleh banyak negara. Tidak dengan bikin keributan tapi diam-diam. Kanada, yang dihina Trump untuk menjadi negara bagian ke 51 Amerika, sudah mulai menggantikan posisi AS untuk segala macam barang. Brazil -- dimana AS punya surplus perdagangan $7 milyar tapi tetap diancam tarif 50% -- tiba-tiba mendapatkan banyak permintaan dari produk pertanian dan peternakan. Demikian juga Argentina. 

China ternyata tidak goyah dengan tarif Amerika. Ekonomi China, yang dulu diproyeksikan menjadi pabrikan untuk AS sudah sedemikian berkembang. Banyak orang Amerika mengira mereka bisa meruntuhkan China karena tarif ini dan karena China sangat tergantung pada Amerika. 

Ekonomi China sudah sangat berubah. Taruh dalam hal smartphone misalnya. Memang China punya Huawei, Oppo, Vivo, Xiaomi, dan lain sebagainya.  Namun tahukah Anda siapa yang sebenarnya menguasai pangsa pasar terbesar smartphone untuk negara-negara Asia dan Afrika? 

Anda mungkin tidak kenal nama Transsion. Mereka menjual hape harga sejutaan -- dengan fungsi-fungsi basic. Kalau Anda ketemu hape mereka Infinix atau Itel, nah itulah mereka. 

China juga mengubah perusahan-perusahan hapenya menjadi perusahan-perusahan. Huawei memproduksi mobil listrik? Ya. China tahu bahwa mereka tidak akan bisa bersaing dengan AS, Jepang, Korea, dan EU untuk mobil dengan mesin bakar. Mereka langsung terjun ke EV. 

Sekarang, sulit membendung kemajuan China. Lihat misalnya, mengapa tiba2 Trump mengijinkan NVIDIA H20 chip ke China? Itu terjadi karena AS kemudian mendapat bahwa China ternyata sudah mampu membuat versi yang lebih canggih dari NVIDIA H20. 

Nah, kembali pada tarif. Persoalannya kemudian adalah: Apakah lebih menguntungkan cepat-cepat tunduk pada permintaan AS ataukah menunggu dan kalau bisa berkoordinasi dengan negara-negara lain? 

Indonesia memperlihatkan tingkah laku 'byayakan' (istilah Jawa), membuat kesan diterima dimana-mana. Kita pergi ke BRICS, kita ke Russia, kemudian ke Perancis dan bahkan kirim satu delegasi dan pasukan untuk defile di Bastile Day Parade. Seolah-olah menunjukkan bahwa kita bisa tanpa AS. Trump bahkan mengancam 50% tarif untuk negara-negara BRICS. 

Kita memang punya politik bebas aktif. Tapi itu bukan berarti bebas dikendalikan dan aktif berteman. Bebas aktif untuk keuntungan maksimal negeri ini. 

Akhirnya? Kita takluk pada AS. Saya mengatakan kita takluk. Ada teman pengusaha furniture yang menginformasikan bahwa biar pun hanya 10% tarif, kita tidak bisa bersaing di AS. Marjinnya sudah tipis. 

Tarif ini sebenarnya sangat tidak adil dan timpang. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, AS mengekspor jauh lebih banyak jasa ketimbang produk-produk manufaktur. Jasa? Ya. Franchise McDonald, KFC, Pizza HUT, Starbucks, dan lain sebagainya itu. Jika Anda menonton film-film Hollywood, Anda membeli produk Amerika. Jika Anda memakai Google, Micorsoft, Android, Apple, dan lain sebagainya, itu adalah produk Amerika. Bahkan FB yang Anda pakai ini adalah produk Amerika! 

Jadi bisa dimengerti kalau China melarang Google dinegerinya, misalnya. Mereka punya Baidu. Selain untuk mengawasi arus informasi, mereka juga membatasi impor dari AS. 

Trump Always Chickens Out (TACO) demikianlah Wall Street menjuluki Donald Trump. Dibalik mulutnya yang besar dia sebenarnya pengecut. Dia seorang bully, tapi dia gampang diakali. 

Yang saya khawatirkan dari sejak awal adalah Indonesia akan menyerah duluan. Indonesia bukan mitra dagang terpenting Amerika. Namun, menyerahnya Indonesia ini amat bagus untuk Trump yang saat ini sangat haus akan kemenangan. Ya, itu bahasa Trump. Dia media berkokok, "They are going to pay 19% and we are going to pay nothing ... we will have full access into Indonesia."

Terus terang, dada saya sesak ketika membaca ini. "We will have full access into Indonesia." Mamak! Apa ini kalau bukan kolonialisme dan penaklukan? Dan kita menyerah begitu saja? 

Trump, sebagaimana biasanya Trump, akan menjadikan ketundukan ini sebagai contoh. Dan dia akan berkokok terus bahwa Indonesia sudah "caved in." Indonesia! Negara yang katanya besar ini. 

Tarif Amerika ini adalah 'game of chicken,' siapa yang berkedip duluan dialah yang kalah. Itulah sebabnya, Trump selalu menunda deadline tarif ini. Negara-neagra lain juga tahu bahwa Trump tidak punya banyak pilihan. Dia cuma punya mulut besar. 

Sejauh ini dia hanya dapat konsesi dari Inggris, Vietnam, dan Indonesia. Sementara pemain-pemain ekonomi besar seperti EU, China, Jepang, Korea Selatan, bahkan India, masih "berunding" dan mengulur-ulur waktu. Negara-negara lain menunggu sambil diam-diam berusaha mencari jalan keluar dan melemahkan AS. 

Terbayang oleh saya militer kita berparade di Bastille Day (parade negara kolonial Perancis!). Dan sehari sesudahnya kita menyerah begitu saja kepada Amerika. Bahkan Vietnam sekali pun masih mengambangkan kesepakatannya kepada AS. 

"They are going to pay 19% and we are going to pay nothing ... we will have full access into Indonesia." Damn it!

OlderNewest

Post a Comment