Iran dan Perjuangan Palestina

Hasanudin Abdurakhman Setelah Revolusi Islam tahun 1979, Republik Islam Iran menjadikan dukungan terhadap perjuangan Palestina sebagai bagian fundamental dari orientasi ideologis dan politik luar neg…
Iran dan Perjuangan Palestina

Kopi Walik

Hanya dengan membalik posisi cangkir dan lepeknya, "langkah" ini kemudian dipasarkan sebagai 'kopi walik'. Bubuk, gula, berikut aneka racikan di baliknya tak ada yang spesial. Biasa saja.

Ada banyak cara, memang, menggiring opini "ahlul gahwa". Tapi rupanya bukan hanya kopi atawa warkop atawa cafe yang mulai merambah dan menawarkan "menu" aneh. Kantin-kantin semi restoran juga mengangkat "tema menu" horor dan seram. Yang dijual? Sekali lagi, lazim belaka.

Yang menarik perhatian saya bukan tema atawa menu yang aneh-aneh itu. Yang menarik adalah pertumbuhannya.

Sampai dengan kira-kira tahun 2011 habis, pertumbuhan warkop dan cafe cenderung landai. Ke atas 2012, ada ekspansi yang geliatnya agak kentara. Daerah-daerah yang tadinya identik dengan "pemukiman murni" mulai dirangsek bangunan-bangunan semi permanen, untuk cafe. Ada yang memanfaatkan bambu, ada pula yang menggunakan galvalum.

Ketika 2018 saya kembali ke Malang, cafe-cafe sudah tak terhitung. Dari banyaknya, tentu saja. Daerah yang dulunya dianggap "jauh dari peradaban" kini ramai bukan main. "Kehidupan" nyaris bergerak 24 jam. Cafe memang menyediakan servis sepanjang malam dan siang itu. Para "pelayannya" mungkin saja diatur berdasarkan shif sehingga tak ada waktu yang bercelah.

Pertanyaan berikutnya, terkait pertumbuhan itu, adalah: adakah pertumbuhan tersebut terdorong oleh pertumbuhan pengafe (baca: orang yang suka nongkrong di kafe), atawa kafe justru mendorong tumbuhnya pangafe?

Saya tidak tahu.

Post a Comment